- Konsep Penyakit
- Pengertian
Å Sindrom Steven Johnson Adalah
sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan
keadaan umum berfariasi dari ringan sampai berat kelainan pada kulit berupa
eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura. ( Djuanda, Adhi, 2000 : 147 )
Å Sindrom Steven Johnson adalah
penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa
dan konjungtifitis. ( Junadi, 1982: 480 )
Å Sindrom Steven Johnson adalah
sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura
yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum
bervariasi dari baik sampai buruk. ( Mansjoer, A. 2000: 136 )
Å Sindrom Steven Johnson Adalah
sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan
keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa
eritema, vesikel atau bula disertai purpura, kelainan dimukosa dan
konjungtifitis.
- Anatomi dan Fisiologi
Kulit
adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ
terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya
sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai
6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas.
Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung,
bahu dan bokong.
Secara
embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan
dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu
lapisan jaringan ikat.
- Etiologi
Penyebab belum diketahui dengan
pasti, namun beberapa factor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah:
a) Alergi obat secara sistemik (
misalnya penisilin, analgetik, anti piretik )
Penisilline
Sthreptomicine
Sulfonamide
Tetrasiklin
b) Anti piretik
atau analgesic ( derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan
paracetamol )
Kloepromazin
Karbamazepin
Kirin
Antipirin
Tegretol
c) Infeksi mikroorganisme ( bakteri,
virus, jamur dan parasit )
d) Neoplasma dan factor endokrin
e) Factor fisik ( sinar matahari,
radiasi, sinar-X )
f) Makanan (coklat)
- Patofisiologi.
Patogenesisnya belum jelas,disangka
disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.Reaksi tipe III terjadi
akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas system komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas
tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan
antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi
radang (Djuanda, 2000:147) .
Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
- Manifestasi Klinis
Ø Keadaan umum
bervariasi dari ringan sampai berat
Ø Kesadaran dapat
menurun pada keadaan yang berat
Ø Pada penyakit akut disertai gejala
prodromal berupa:
Malaise,
demam tinggi, nyeri kepala, batuk pilek dan nyeri tenggorokan
Ø Pada sindroma
ini akan terlihat trias kelainan:
Kelainan
Kulit
Eritema
Vesikel
dan bula yang kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas
Purpura
Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata
SJS dan TEN biasanya mulai dengan gejala prodromal
berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan,
nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam
derajat berat dan kombinasi gejala tersebut. Kemudian pasien
mengalami ruam datar berwarna merah pada muka dan batang tubuh, sering kali
kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata. Daerah ruam
membesar dan meluas, sering membentuk lepuh pada tengahnya. Kulit lepuh sangat
longgar, dan mudah dilepas bila digosok.
Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya
dengan sentuhan halus. Pada banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh
hilang. Daerah kulit yang terpengaruh sangat nyeri dan pasien merasa sangat
sakit dengan panas-dingin dan demam. Pada beberapa orang, kuku dan rambut
rontok.
Pada SJS dan TEN, pasien mendapat lepuh pada selaput
mukosa yang melapisi mulut, tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata.
Kehilangan kulit dalam TEN serupa dengan luka bakar yang
gawat dan sama-sama berbahaya. Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat
besar dapat merembes dari daerah kulit yang rusak. Daerah tersebut sangat
rentan terhadap infeksi, yang menjadi penyebab kematian utama akibat TEN
Kelainan
selaput lender di orifisium
100%
terjadi pada mukosa mulut
50% lubang
alat genetalia
Jarang terjadi pada hidung dan anus masing-masing hanya
8% dan 4%
Kelainan berupa
vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan eksoriasi dan
krusta kehitaman juga dalam bentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang paling
sering adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan mukosa dapat juga
terjadi di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis
ini dapat menyebabkan penderita tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat
menyebabkan keluhan sukar bernafas.
Kelainan
mata
Konjungtivitis
cataralis
Konjungtivitis
purulen
Perdarahan
Ulkus
kornea
Iritis
Iridoksiklitis
kelopak mata edema dan
sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat
menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang
menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan
inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang
diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid
bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
Mengenal
gejala awal SJS dan segera periksa ke dokter adalah cara terbaik untuk
mengurangi efek jangka panjang yang dapat sangat mempengaruhi orang yang mengalaminya.
Gejala awal termasuk:
Ruam
Lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau
alat kelamin
Kulit
berupa eritema, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.
Mukosa
berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah.
Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran
mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus
uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.
Bengkak di kelopak mata, atau mata merah.
Pada mata terjadi: konjungitivitis (radang
selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola mata),
konjungtivitas kataralis , blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,
kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan
perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler
merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial
pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan
kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular
cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31
tahun.
Demam
terus-menerus atau gejala seperti flu
Bila kita
mengalami dua atau lebih gejala ini, terutama bila kita baru mulai memakai obat
baru, segera periksa ke dokter
6. Diagnosis banding
Ada 2 penyakit yang sangat mirip engan
sindroma Steven Johnson:
1. Toxic Epidermolysis Necroticans. Sindroma
steven johnson sangat dekat dengan TEN. SSJ dengan bula lebih dari 30% disebut
TEN.
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter
disease). Pada penyakit ini lesi kulit ditandai dengan krusta yang
mengelupas pada kulit. Biasanya
mukosa terkena.
7.
Komplikasi
Sindrom steven
johnson sering menimbulkan komplikasi,antara lain sebagai berikut:
Kehilangan
cairan dan darah
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock
Oftalmologi
– ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
Gastroenterologi
- Esophageal strictures
Genitourinaria
– nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring,stenosis vagina
Pulmonari
– pneumonia, bronchopneumoni
Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan
kerusakan kulit permanen,infeksi kulit sekunder
Infeksi
sitemik, sepsis
- Pemeriksaan Diagnostik
a) Laboratorium
Bila ditemukan
leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi
Bila eosinophilia penyebab
kemungkinan alergi
b) Histopatologi
Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah
dermis superficial
Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk
vesikel subepidermal
Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa
Spongiosis dan edema intrasel di epidermis
c) Imunologi
Deposit IgM dan
C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembuluh darah yang mengalami
kerusakan
Terdapat
komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara tersendiri atau dalam
kombinasi
- Penatalaksanaan Kedaruratan
Prioritas
utama pada kedaruratan kasus alergi yang berat dan penyerangannya secara
sistemik kita tetap melakukan tindakan ABC ( Airway, Breathing dan Circulation
)
Tindakan
berikutnya adalah:
Bila
keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh beri prednisone 30-40 mg/hari
Keadaan
umum buruk dan lesi menyeluruh beri kortikosteroid merupakan tindakan life
saving dan gunakan Dexamethason intravena dosis permulaan 4-6 x 5mg sehari
setelah masa kritis teratasi dosis diturunkan secara cepat setiap hari
diturunkan 5mg. setelah dosis mencapai 5mg sehari dexamethasone injeksi diganti
dengan tablet Kortikosteroid misalnya Prednison yang diberikan 20mg sehari dan
kemudian diturunkan menjadi 10mg kemudian dihentikan dengan total lama
pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu
setelah oemberian Kortiokosteroid lakukan pemeriksaan elektrolit ( Na, Cl dan K
) bila terjadi hipokalemi diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan bila terjadi hopernatremia
berikan diet rendah garam
Berikan
antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat
bakteriosidal untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya Gentamisin dengan
dosis 2 x 80 mg
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi
sangat penting
Berikan
cairan infuse Glukosa 5% dan larutan Darrow
Bila
therapy dalam 2-3 hari kondisi tidak membaik berikan tranfusi darah sebanyak
300cc selam 2 hari berturut-turut
Bila perlu berikan injeksi Vitamin C 500mg atau 100mg
intravena
Therapy topical untuk lesi di mulut dapat berupa Kenalog
on orabase. Lesi di kulit dan erosive dapat diberikan Sofratule atau krim
Sulfadiazine perak
- Prognosis
Bila tindakan secara capat dan tepat maka prognosis dapat
memuaskan
Bila
terdapat purpura yang luas dan leukopeni prognosis lebih buruk
Angka
kematian 5-15% adri seluruh kasus yang terjadi.
- Tumbuh kembang Toddler
Anak usia
toddler ( 1 – 3 th ) mempunyai sistem control tubuh yang mulai membaik,hampir
setiap organ mengalami maturitas maksimal.Pengalaman dan perilaku mereka mulai
dipengaruhi oleh lingkungandiluar keluarga terdekat, mereka mulai berinteraksi
dengan teman,mengembangkan perilaku/moral secara simbolis, kemampuan berbahasa
yang minimal. Sebagai sumber pelayanan kesehatan , perawat berkepentingan untuk
mengetahui konsep tumbuh kembang anak usia toddler guna memberikan asuhan
keperawatan anak dengan optimal.
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu,yaitu secara bertahap,berat dan tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif,psikososial maupun spiritual ( Supartini, 2000). Anak usia toddler memiliki karakteristik tersendiri dalam berbagai ranah pertumbuhan dan perkembangannya.
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu,yaitu secara bertahap,berat dan tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif,psikososial maupun spiritual ( Supartini, 2000). Anak usia toddler memiliki karakteristik tersendiri dalam berbagai ranah pertumbuhan dan perkembangannya.
Pertumbuhan
dan Perkembangan Biologis. Secara umum pertumbuhan baik dari segi berat maupun
tinggi badan berjalan cukup stabil/ lambat.Rata-rata bertambah sekitar 2,3 kg
/tahun,sedangkan tinggi badan bertambah sekitar 6 – 7 cm / tahun ( tungkai
bawah lebih dominant untuk bertambah dibanding anggota tubuh lain ).Hampir
semua fungsi tubuh sudah matang dan stabil sehingga dapat beradaptasi dengan
berbagai perubahan dan stress,sehingga saat ini sudah bisa diajarkan toilet
training .Pada fase ini perkembangan motorik sangat menonjol Perkembangan
psikososial.
Menurut
Sigmund Freud, pada fase ini tergolong dalam fase Anal dimana pusat
kesenangan anak pada perilaku menahan faeses bahkan kadangkala anak
bermain-main dengan faesesnya. Anak belajar
mengidentifikasi tentang perbedaan antara dirinya dengan orang lain
disekitarnya. Konflik yang sering terjadi adalah adanya Oedipus complex atau
katarsis yaitu dimana seorang anak laki-laki menyadari bahwa ayahnya lebih kuat
dan lebih besar dibandingkan dirinya.sedangkan pada wanita disebut dengan
Elektra complex.
Sedangkan Erickson menggolongkan tahap
ini dalam fase Otonomi vs Guilt, ( inisiatif vs rasa malu dan bersalah )
Perkembangan ini berpusat pada kemampuan anak untuk mengontrol tubuh dan
lingkungannya.
Adapun Piaget bahwa saat ini merupakan
Fase Preoperasional dimana sifat egosentris sangat menonjol. Pada fase
ini.sering ditemukan ketidakmampuan untuk menempatkan diri sendiri ditempat
orang lain. Kohlberg menggolongkan masa ini dalam Fase Konvensional ,Anak mulai
belajar baik dan buruk,benar atau salah melaui budaya sebagai dasar peletakan
nilai moral. Kohlberg menggolongkan fase ini dalam 3 tahap,yaitu Egosentris
,kebaikan seperti apa yang saya mau, tahap berikutnya adalah Oreintasi hukuman
dan ketaatan,baik dan buruk sebagai konsekuensi tindakan, dan tahapan yang
terakhir adalah Inisiatif,Anak menjalankan aturan sebagai sesuatu yang
menyenangkan dirinya. Komunikasi, adanya rasa ingin tahu yang besar dan belum
fasihnya kemampuan bahasa,sehingga pada saat memberikan penjelasan kepada anak
toddler gunakanlah kata-kata yang sederhana dan singkat. Anak usia toddler
memiliki kebutuhan nutrisi yang tinggi karena mereka terus bergerak.kebutuhan
nutrisi tiap anak sekitar 1800 kalori dan akan menurunpada setiap pertambahan
usia sekitar 90 kkal/kg BB. Pengaruh permaianan sangatlah penting pada masa
ini, yaitu berpengaruh dalam Perkembangan intelektual dimana dengan melakukan
eksplorasi dan manipulasi terhadap alat permainan,mulai mengambangkan otonomi
dalam permainan, dan belajar memecahkan masalah. Tak kalah penting pula
pengaruh terhadap perkembangan moral, yaitu anak akan mempelajari nilai benar
dan salah dalam permainan sehingga mereka dapat diterima
lingkungannya.Permainan yang tepat adalah solitary play ( 1 – 2 th ) dan
parallel play ( 2 – 3)tahun. Kecenderungan cedera, karakteristiknya yang tidak
bisa diam ,penuh rasa ingin tahu sering menjadi penyebab cedera fatal bahkan
sampai kematian apabila orang tua kurang waspada.
- KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian:
Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan
utama
Adanya kerusakan / perubahan
struktur kulit dan mukosa berupa kulit melepuh, mata merah, mukosa mulut
mengelupas
Pemeriksaan
Fisik
Lakukan
pengkajian fisik dengan penekanan khusus:
Adanya eritema yaitu area kemerahan yang disebabkan oleh
peningkatan jumlah darah yang teroksigenisasi pada vaskularisasi dermal.
Vesikel,
bula dan purpura.
Ekimosis
yaitu kemerahan yang terlokalisir atau perubahan warna keunguan yang disebabkan
oleh ekstravasasi darah ke dalam jaringan kulit dan subkutan.
Ptekie yaitu bercak kecil dan berbatas tajam pada lapisan
epidermis superficial
Lesi sekunder yaitu perubahan kulit yang terjadi karena
perubahan pada lesi primer, yang disebabkan oleh obat, involusi dan pemulihan.
Kelainan
selaput lender di mukosa mulut, genetalia, hidung atau anus
Konjungtivitis,
ulkus kornea, iritis dan iridoksiklitis
Diagnosa Keperawatan
Gangguan integritas kulit b.d inflamasi dermal dan epidermal
Tujuan: menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh
Intervensi:
a. Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi.
Rasional: menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
b. Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut
Rasional: menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi
c. Jaga kebersihan alat tenun
Rasional: untuk mencegah infeksi
d. Kolaborasi dengan tim medis
Rasional: untuk mencegah infeksi lebih lanjut
Tujuan: menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh
Intervensi:
a. Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi.
Rasional: menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
b. Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut
Rasional: menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi
c. Jaga kebersihan alat tenun
Rasional: untuk mencegah infeksi
d. Kolaborasi dengan tim medis
Rasional: untuk mencegah infeksi lebih lanjut
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan
Tujuan : menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan
Intervensi:
a. Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai
Rasional: memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol,meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan
b. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasiona l: membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
c. Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : meningkatkan nafsu makan
d. Kerjasama dengan ahli gizi
Rasional: kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan.
Tujuan : menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan
Intervensi:
a. Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai
Rasional: memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol,meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan
b. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasiona l: membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
c. Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : meningkatkan nafsu makan
d. Kerjasama dengan ahli gizi
Rasional: kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan.
Gangguan rasa nyama, nyeri b.d. inflamasi pada kulit
a. Melaporkan nyeri berkurang
b. Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks
Intervensi:
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya
Rasional : nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum
c. Pantau TTV
Rasional: metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
d. Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional: menghilangkan rasa nyeri
a. Melaporkan nyeri berkurang
b. Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks
Intervensi:
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya
Rasional : nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum
c. Pantau TTV
Rasional: metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
d. Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional: menghilangkan rasa nyeri
Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik
Tujuan: klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Kaji respon individu terhadap aktivitas
Rasional: mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.
b. Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien
Rasional: energy yang dikeluarkan lebih optimal
c. Jelaskan pentingnya pembatasan energi
Rasional: energy penting untuk membantu proses metabolism tubuh
d. Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
Rasional: klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
Tujuan: klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Kaji respon individu terhadap aktivitas
Rasional: mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.
b. Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien
Rasional: energy yang dikeluarkan lebih optimal
c. Jelaskan pentingnya pembatasan energi
Rasional: energy penting untuk membantu proses metabolism tubuh
d. Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
Rasional: klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
Gangguan Persepsi sensori : kurang penglihatan b.d konjungtifitis
Tujuan : - Kooperatif dalam tindakan
- Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
Intervensi:
a. Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional : Menetukan kemampuan visual
b. Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Rasional : Memberikan keakuratan terhadap pengelihatan dan perawatan.
c. Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan:
Rasional : Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
d. Orientasikan terhadap lingkungan.
-Letakan alat-alat yang sering dipakai dalam jangkuan pengelihatan klien.
-Berikan pencahayaan yang cukup.
-Letakan alat-alat ditempat yang tetap.
-Berikan bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar.
-Hindari pencahayaan yang menyilaukan.
-Gunakan jam yang ada bunyinya.
e. Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.
Rasional: Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan pengelihatan menurun.
Tujuan : - Kooperatif dalam tindakan
- Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
Intervensi:
a. Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional : Menetukan kemampuan visual
b. Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Rasional : Memberikan keakuratan terhadap pengelihatan dan perawatan.
c. Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan:
Rasional : Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
d. Orientasikan terhadap lingkungan.
-Letakan alat-alat yang sering dipakai dalam jangkuan pengelihatan klien.
-Berikan pencahayaan yang cukup.
-Letakan alat-alat ditempat yang tetap.
-Berikan bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar.
-Hindari pencahayaan yang menyilaukan.
-Gunakan jam yang ada bunyinya.
e. Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.
Rasional: Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan pengelihatan menurun.
\
DAFTAR PUSTAKA
Arif
Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran.
Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta : 2000.
Corwin,
Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Djuanda, Adi. 2000. ilmu penyakit kulit
dan kelamin edisi 3. Jakarta : FKUI.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi
Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
November 29, 2008 | Filed Under ASKEP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar