Selasa, 14 Februari 2012

ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON


  1. Konsep Penyakit
  1. Pengertian
Å      Sindrom Steven Johnson Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai berat kelainan pada kulit berupa eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura. ( Djuanda, Adhi, 2000 : 147 )
Å      Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis. ( Junadi, 1982: 480 )
Å      Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk. ( Mansjoer, A. 2000: 136 )
Å      Sindrom Steven Johnson Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula disertai purpura, kelainan dimukosa dan konjungtifitis.

  1. Anatomi dan Fisiologi

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
  1. Etiologi
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah:
a)    Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti piretik )
Penisilline
Sthreptomicine
Sulfonamide
Tetrasiklin
b)      Anti piretik atau analgesic ( derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol )
Kloepromazin
Karbamazepin
Kirin Antipirin
Tegretol
c)      Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan parasit )
d)     Neoplasma dan factor endokrin
e)      Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X )
f)       Makanan (coklat)
  1. Patofisiologi.
Patogenesisnya belum jelas,disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas system komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000:147) .
Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
  1. Manifestasi Klinis
Ø Keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat
Ø Kesadaran dapat menurun pada keadaan yang berat
Ø Pada penyakit akut disertai gejala prodromal berupa:
 Malaise, demam tinggi, nyeri kepala, batuk pilek dan nyeri tenggorokan
Ø Pada sindroma ini akan terlihat trias kelainan:
Kelainan Kulit
Eritema
Vesikel dan bula yang kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas
Purpura
Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata
SJS dan TEN biasanya mulai dengan gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut. Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah pada muka dan batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata. Daerah ruam membesar dan meluas, sering membentuk lepuh pada tengahnya. Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah dilepas bila digosok.
Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan sentuhan halus. Pada banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang. Daerah kulit yang terpengaruh sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan panas-dingin dan demam. Pada beberapa orang, kuku dan rambut rontok.
Pada SJS dan TEN, pasien mendapat lepuh pada selaput mukosa yang melapisi mulut, tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata.
Kehilangan kulit dalam TEN serupa dengan luka bakar yang gawat dan sama-sama berbahaya. Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat besar dapat merembes dari daerah kulit yang rusak. Daerah tersebut sangat rentan terhadap infeksi, yang menjadi penyebab kematian utama akibat TEN
Kelainan selaput lender di orifisium
100% terjadi pada mukosa mulut
50% lubang alat genetalia
Jarang terjadi pada hidung dan anus masing-masing hanya 8% dan 4%
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan eksoriasi dan krusta kehitaman juga dalam bentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang paling sering adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan mukosa dapat juga terjadi di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
Kelainan mata
Konjungtivitis cataralis
Konjungtivitis purulen
Perdarahan
Ulkus kornea
Iritis
Iridoksiklitis
kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
Mengenal gejala awal SJS dan segera periksa ke dokter adalah cara terbaik untuk mengurangi efek jangka panjang yang dapat sangat mempengaruhi orang yang mengalaminya. Gejala awal termasuk:
Ruam
Lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat kelamin
Kulit berupa eritema, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.
Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.
Bengkak di kelopak mata, atau mata merah.
Pada mata terjadi: konjungitivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola mata), konjungtivitas kataralis , blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
Demam terus-menerus atau gejala seperti flu
Bila kita mengalami dua atau lebih gejala ini, terutama bila kita baru mulai memakai obat baru, segera periksa ke dokter
6.   Diagnosis banding
Ada 2 penyakit yang sangat mirip engan sindroma Steven Johnson:
1. Toxic Epidermolysis Necroticans. Sindroma steven johnson sangat dekat dengan TEN. SSJ dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease). Pada penyakit ini lesi kulit ditandai dengan krusta yang mengelupas pada kulit. Biasanya mukosa terkena.
7.      Komplikasi
Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi,antara lain sebagai berikut:
Kehilangan cairan dan darah
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock
Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
Gastroenterologi - Esophageal strictures
Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring,stenosis vagina
Pulmonari – pneumonia, bronchopneumoni
Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen,infeksi kulit sekunder
Infeksi sitemik, sepsis
  1. Pemeriksaan Diagnostik
a)    Laboratorium
Bila ditemukan leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi
Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi

b)     Histopatologi
Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superficial
Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel subepidermal
Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa
Spongiosis dan edema intrasel di epidermis
c)      Imunologi
Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembuluh darah yang mengalami kerusakan
Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara tersendiri atau dalam kombinasi
  1. Penatalaksanaan Kedaruratan
Prioritas utama pada kedaruratan kasus alergi yang berat dan penyerangannya secara sistemik kita tetap melakukan tindakan ABC ( Airway, Breathing dan Circulation )
Tindakan berikutnya adalah:
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh beri prednisone 30-40 mg/hari
Keadaan umum buruk dan lesi menyeluruh beri kortikosteroid merupakan tindakan life saving dan gunakan Dexamethason intravena dosis permulaan 4-6 x 5mg sehari setelah masa kritis teratasi dosis diturunkan secara cepat setiap hari diturunkan 5mg. setelah dosis mencapai 5mg sehari dexamethasone injeksi diganti dengan tablet Kortikosteroid misalnya Prednison yang diberikan 20mg sehari dan kemudian diturunkan menjadi 10mg kemudian dihentikan dengan total lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah oemberian Kortiokosteroid lakukan pemeriksaan elektrolit ( Na, Cl dan K ) bila terjadi hipokalemi diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan bila terjadi hopernatremia berikan diet rendah garam
Berikan antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya Gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi sangat penting
Berikan cairan infuse Glukosa 5% dan larutan Darrow
Bila therapy dalam 2-3 hari kondisi tidak membaik berikan tranfusi darah sebanyak 300cc selam 2 hari berturut-turut
Bila perlu berikan injeksi Vitamin C 500mg atau 100mg intravena
Therapy topical untuk lesi di mulut dapat berupa Kenalog on orabase. Lesi di kulit dan erosive dapat diberikan Sofratule atau krim Sulfadiazine perak
  1. Prognosis
Bila tindakan secara capat dan tepat maka prognosis dapat memuaskan
Bila terdapat purpura yang luas dan leukopeni prognosis lebih buruk
Angka kematian 5-15% adri seluruh kasus yang terjadi.
  1. Tumbuh kembang Toddler
Anak usia toddler ( 1 – 3 th ) mempunyai sistem control tubuh yang mulai membaik,hampir setiap organ mengalami maturitas maksimal.Pengalaman dan perilaku mereka mulai dipengaruhi oleh lingkungandiluar keluarga terdekat, mereka mulai berinteraksi dengan teman,mengembangkan perilaku/moral secara simbolis, kemampuan berbahasa yang minimal. Sebagai sumber pelayanan kesehatan , perawat berkepentingan untuk mengetahui konsep tumbuh kembang anak usia toddler guna memberikan asuhan keperawatan anak dengan optimal.
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu,yaitu secara bertahap,berat dan tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif,psikososial maupun spiritual ( Supartini, 2000). Anak usia toddler memiliki karakteristik tersendiri dalam berbagai ranah pertumbuhan dan perkembangannya.
Pertumbuhan dan Perkembangan Biologis. Secara umum pertumbuhan baik dari segi berat maupun tinggi badan berjalan cukup stabil/ lambat.Rata-rata bertambah sekitar 2,3 kg /tahun,sedangkan tinggi badan bertambah sekitar 6 – 7 cm / tahun ( tungkai bawah lebih dominant untuk bertambah dibanding anggota tubuh lain ).Hampir semua fungsi tubuh sudah matang dan stabil sehingga dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan dan stress,sehingga saat ini sudah bisa diajarkan toilet training .Pada fase ini perkembangan motorik sangat menonjol Perkembangan psikososial.
Menurut Sigmund Freud, pada fase ini tergolong dalam fase Anal dimana pusat kesenangan anak pada perilaku menahan faeses bahkan kadangkala anak bermain-main dengan faesesnya. Anak belajar mengidentifikasi tentang perbedaan antara dirinya dengan orang lain disekitarnya. Konflik yang sering terjadi adalah adanya Oedipus complex atau katarsis yaitu dimana seorang anak laki-laki menyadari bahwa ayahnya lebih kuat dan lebih besar dibandingkan dirinya.sedangkan pada wanita disebut dengan Elektra complex.
Sedangkan Erickson menggolongkan tahap ini dalam fase Otonomi vs Guilt, ( inisiatif vs rasa malu dan bersalah ) Perkembangan ini berpusat pada kemampuan anak untuk mengontrol tubuh dan lingkungannya.
Adapun Piaget bahwa saat ini merupakan Fase Preoperasional dimana sifat egosentris sangat menonjol. Pada fase ini.sering ditemukan ketidakmampuan untuk menempatkan diri sendiri ditempat orang lain. Kohlberg menggolongkan masa ini dalam Fase Konvensional ,Anak mulai belajar baik dan buruk,benar atau salah melaui budaya sebagai dasar peletakan nilai moral. Kohlberg menggolongkan fase ini dalam 3 tahap,yaitu Egosentris ,kebaikan seperti apa yang saya mau, tahap berikutnya adalah Oreintasi hukuman dan ketaatan,baik dan buruk sebagai konsekuensi tindakan, dan tahapan yang terakhir adalah Inisiatif,Anak menjalankan aturan sebagai sesuatu yang menyenangkan dirinya. Komunikasi, adanya rasa ingin tahu yang besar dan belum fasihnya kemampuan bahasa,sehingga pada saat memberikan penjelasan kepada anak toddler gunakanlah kata-kata yang sederhana dan singkat. Anak usia toddler memiliki kebutuhan nutrisi yang tinggi karena mereka terus bergerak.kebutuhan nutrisi tiap anak sekitar 1800 kalori dan akan menurunpada setiap pertambahan usia sekitar 90 kkal/kg BB. Pengaruh permaianan sangatlah penting pada masa ini, yaitu berpengaruh dalam Perkembangan intelektual dimana dengan melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap alat permainan,mulai mengambangkan otonomi dalam permainan, dan belajar memecahkan masalah. Tak kalah penting pula pengaruh terhadap perkembangan moral, yaitu anak akan mempelajari nilai benar dan salah dalam permainan sehingga mereka dapat diterima lingkungannya.Permainan yang tepat adalah solitary play ( 1 – 2 th ) dan parallel play ( 2 – 3)tahun. Kecenderungan cedera, karakteristiknya yang tidak bisa diam ,penuh rasa ingin tahu sering menjadi penyebab cedera fatal bahkan sampai kematian apabila orang tua kurang waspada.



























  1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian:
Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama
Adanya kerusakan / perubahan struktur kulit dan mukosa berupa kulit melepuh, mata merah, mukosa mulut mengelupas
Pemeriksaan Fisik
Lakukan pengkajian fisik dengan penekanan khusus:
Adanya eritema yaitu area kemerahan yang disebabkan oleh peningkatan jumlah darah yang teroksigenisasi pada vaskularisasi dermal.
Vesikel, bula dan purpura.
Ekimosis yaitu kemerahan yang terlokalisir atau perubahan warna keunguan yang disebabkan oleh ekstravasasi darah ke dalam jaringan kulit dan subkutan.
Ptekie yaitu bercak kecil dan berbatas tajam pada lapisan epidermis superficial
Lesi sekunder yaitu perubahan kulit yang terjadi karena perubahan pada lesi primer, yang disebabkan oleh obat, involusi dan pemulihan.
Kelainan selaput lender di mukosa mulut, genetalia, hidung atau anus
Konjungtivitis, ulkus kornea, iritis dan iridoksiklitis

Diagnosa Keperawatan
Gangguan integritas kulit b.d inflamasi dermal dan epidermal
Tujuan: menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh
Intervensi:
a. Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi.
Rasional: menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
b. Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut
Rasional: menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi
c. Jaga kebersihan alat tenun
Rasional: untuk mencegah infeksi
d. Kolaborasi dengan tim medis
Rasional: untuk mencegah infeksi lebih lanjut
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan
Tujuan : menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan
Intervensi:
a. Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai
Rasional: memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol,meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan
b. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasiona l: membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
c. Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : meningkatkan nafsu makan
d. Kerjasama dengan ahli gizi
Rasional: kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan.
Gangguan rasa nyama, nyeri b.d. inflamasi pada kulit
a. Melaporkan nyeri berkurang
b. Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks
Intervensi:
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya
Rasional : nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum
c. Pantau TTV
Rasional: metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
d. Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional: menghilangkan rasa nyeri
Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik
Tujuan: klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Kaji respon individu terhadap aktivitas
Rasional: mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.
b. Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien
Rasional: energy yang dikeluarkan lebih optimal
c. Jelaskan pentingnya pembatasan energi
Rasional: energy penting untuk membantu proses metabolism tubuh
d. Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
Rasional: klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
Gangguan Persepsi sensori : kurang penglihatan b.d konjungtifitis
Tujuan : - Kooperatif dalam tindakan
- Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
Intervensi:
a. Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional : Menetukan kemampuan visual
b. Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Rasional : Memberikan keakuratan terhadap pengelihatan dan perawatan.
c. Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan:
Rasional : Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
d. Orientasikan terhadap lingkungan.
-Letakan alat-alat yang sering dipakai dalam jangkuan pengelihatan klien.
-Berikan pencahayaan yang cukup.
-Letakan alat-alat ditempat yang tetap.
-Berikan bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar.
-Hindari pencahayaan yang menyilaukan.
-Gunakan jam yang ada bunyinya.
e. Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.
Rasional: Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan pengelihatan menurun.




















\




DAFTAR PUSTAKA



Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta : 2000.
Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Djuanda, Adi. 2000. ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi 3. Jakarta : FKUI.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
November 29, 2008 | Filed Under ASKEP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar